![]() |
Buku Ahmad Rifa'i Rif'an |
Suatu ketika Abdullah Ibn Mas’ud memasuki sebuah ruangan yang lebih layak disebut bilik kecil di sisi masjid Nabawi. Itulah rumah manusia teragung, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. DI dalamnya Abdullah melihat Rasulullah sedang tidur terlelap beralaskan tikar kasar, tentu tanpa empuk kasur dan tumpukan bantal yang melenakan.
Rasul pun terbangun ketika mendengar ada suara yang datang. Tampak garis-garis tikar membekas dan mengukir bentuk tak beraturan di pipi mulia beliau. Syahdu.
Abdullah Ibn Mas’ud menyaksikan dengan tangisan. Sejenak, menghapus debu yang turut menghias pipi Rasulullah.
“Wahai Abdullah, apa yang engkau tangisi?”, tanya Rasulullah.
Dengan haru Abdullah menjawab, “Ya Rasul, aku teringat kemewahan para Kaisar Persi dan Romawi. Mereka tidur di lembut hamparan sutera”.
Mendengar jawaban itu Rasul pun tersenyum dan menjawab dengan lembut, “Tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia ini sedangkan kita memiliki akhirat? Aku dan dunia ini ibarat seseorang yang berjalan di bawah terik matahari, kemudian berteduh dibawah pohon. Ketika hari sudah teduh, ia pun harus pergi.”
(dikutip dari buku : “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” - Ahmad Rifa’i Rif’an)